27 Mei 2013

Pesan dari Korea untuk Hutan Kita (1)

Laporan Perjalanan dari Korea Selatan (Bagian Pertama) Surat Director of Global Forest Resources and Trade Division Korea Forest Service (KFS) Ref. No, KL-13-044 tentang Program Pengembangan Kapasitas KPH/REDD+ ("FMU/REDD+ Capacity Building Proqram") pada tanggal 20 – 24 Mei 2013 di Forest Training Institute, Seoul Korea, menjadi dasar Kementerian Kehutanan mengirima beberapa kepala KPH se Indonesia. Kementerian Kehutanan melalui Ditjen Planologi menetapkan 8 (delapan) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model di seluruh Indonesia sebagai peserta program. Delapan KPH Model tersebut antara lain: KPH Tasik Besar Serkap Provinsi Riau, KPH Kampar Kab. Kampar Riau, KPH Tebing Tinggi Riau, KPH Bali Timur Bali, KPH Kapuas Kab. Kapuas Kalimantan Tengah, KPH Batulanteh Kab. Sumbawa NTB, KPH Gularaya Provinsi Sulawesi Tenggara dan KPH Kota Agung Utara Kab. Tanggamus Lampung. Kegiatan kali ini untuk membekali para kepala KPH dalam konteks pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+ (Reduce Emision from Degradation and Deforestation). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan telah bertekad bahwa pengelolaan hutan harus dikelola oleh organisasi di tingkat tapak atau KPH. Berbagai program Kementerian Kehutanan dengan parapihak untuk meningkatkan kapasitas pelaku pengelolaan hutan, termasuk dengan Korea Forest Service Korea Selatan. Berikut Laporan Julmansyah Kepala KPH Batulanteh Sumbawa dari Seoul Korea Selatan. *** Selama 5 (lima) hari proses pelatihan, menggunakan metode diskusi dan kunjungan lapangan. Proses in class dengan materi Forest Policies and restoration of Korea serta materi Indonesia – Republik of Korea REDD+ Collaboration Project. Hari pertama berlangsung di Kantor Korea Forest Service di Provinsi Kyung Gi, sekitar 50 menit dari Kota Seoul ke arah Utara. Berikutnya peserta diskusi di kantor Korea Forest Research Institute (KFRI), yang berada di pinggir Kota Seoul. Kemudian kunjungan ke Hongcheon National Forest Office. Kantor ini ibarat dinas kehutanan kabupaten kalau di Indonesia. Kabupaten Hongcheon berada di Provinsi Kangwon, bagian Utara Kota Seoul, dengan jarak perjalanan 1 jam 30 menit. Peserta kemudian mengunjungi SFM Model Forest Maehwasan, yang masih di wilayah Kabupaten Hongcheon. Rehabilitasi Hutan di Korea Sejak 1910 sampai 1945-an, Korea dijajah oleh Jepang. Penjajahan Jepang ini sangat berdampak pada sektor kehutanan di Korea. Dimana Jepang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya hutan Korea terutama kayu. Kerusakan hutan di Korea ini membuat hutan dan gunung gundul. Selepas dari regim Jepang, Korea mulai menata diri di sektor Kehutanan. Proses transisi berlangsung secara gradual dan konsisten bahkan bisa dikatakan, disiplin kata kuncinya. Transisi pembangunan kehutanan dalam kebijakan kehutanan Korea yang di mulai 1960 – 1970-an sebagai fase rehabilitasi. Kemudian 1970 – 1080-an sebagai fase re-vegetasi. Tahun 1990-an sebagai fase pengembangan sumberdaya hutan dan tahun 2000-an merupakan fase pengelolaan sumberdya hutan secara berkelanjutan (SFM/Sustainable Forest Management). Fase awal Korea, merupakan kerja keras karena membangun dari bekas jajahan Jepang. Fase pertama pembangunan kehutanan Korea yang berada di bawah kepemimpinan Presiden Park Jung Hee, tepatnya 1976 yang ditandai dengan kegiatan penanaman di Daegwallyeong. Kesuksesan ini kemudian menjadi momentum Korea untuk secara bersungguh-sungguh membangun hutannya. Adopsi kesukseskan rehabilitasi hutan Korea kemudian dipayungi dengan kebijakan kehutanan. Fase keduanya (1988-1997), tujuan pembangun yang tertuang dalam kebijakan Korea yakni harmonisasi manfaat ekonomi dengan kepentingan publik. Beberapa capaian antara lain, mampu membangun hutan 3,03 juta Ha hingga tahun ini. Bahkan hutan dapat menjadi sumber pendapatan bagi desa-desa di pinggiran hutan. Dimana tidak ada lagi masyarakat desa di Korea yang merambah hutan dan melakukan peladangan berpindah, seperti yang dijelaskan oleh Jeong Yongho Technical Advisor Korea Forest Research Institut, Korea Forest Service. Fase 1998 – 2007, rencana kehutanan Korea, bertujuan pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari, meningkatkan nilai sumberdaya hutan serta mempromosikan nilai hutan untuk kesehatan dan kenyamanan hidup. Rencana kehutanan Korea untuk tahun 2008 – 2017, dengan tema besar Sustainable Green Welfare Nation. Dimana pada fase ini fungsi hutan sebagai penyerap carbon (carbon sink) menjadi tujuan utama ditengah isu perubahan iklim. Bahkan tujuan terakhir dari rencana kehutanan nasional Korea yakni penguatan kerjasama internasional untuk pembangunan sumberdaya hutan dan konservasi hutan global. Pada tujuan ini kerjasama ASEAN-Korea terbentuk dalam satu aliansi (AFoCO). Secara khusus pemerintah Korea mengalokasikan hutan bagi anak-anak, sebagai forest recreation dalam menjawab kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan bahkan hutan tempat untuk terapy. Keberhasilan pembangunan hutan di Korea ini, mampu memberikan keuntungan bagi public berupa penyediaan air bersih, air yang berkualitas, kemampuan hutan mengontrol erosi, tempat rekreasi serta memberikan tepat bagi kehidupan liar. Jika ditotal keuntungan atau manfaat hutan ini diperkirakan 73 Trilyun Won (Won mata uang Korea). Nilai hutan ini yang di Indonesia banyak tidak dihitung, pahal justru nilai bukan kayu yang seperti ini paling banyak. Sementara nilai kayu dalam satu kawasan hutan hanya maksimal 7% dari total nilai keseluruhan kawasan tersebut. Bagaimana jika hutan rusak akibat lemahnya pengawasan serta komitmen pemerintah, maka kita akan kehilangan manfaat langsung hutan berupa, air bersih yang berkualitas, madu sebagai bagian dari kehidupan liar, dll. Sehingga pesan dari Korea ini, sudah saatnya kita serius dalam membangun hutan serta memberikan diversifikasi manfaat hutan secara lestari. Terutama pengelolaan oleh KPH (Julmansyah)**

Tidak ada komentar: