27 November 2010



“Kalau kita boros memakai air, jangankan air yang berdebit kecil kita bisa cukup, air berdebit besar pun kita kekurangan”

Dalam konteks inilah perlu diletakkan kearifan pelaku pembangunan (masyarakat, birokrat, politisi, akademisi, LSM dan aparat hukum) untuk mendorong berbagai prakarsa masyarakat yang berkembang dalam rangka membangun tatanan baru hubungan masyarakat dan sumberdaya alam. Kemunculan berbagai prakarsa perlindungan, pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam (hutan dan air) sesungguhnya tidak hendak melakukan substitusi (mengganti) peran berbagai pihak. Akan tetapi sejatinya disinilah letak otonomi masyarakat diposisikan sejauh tidak merubah tatanan hukum yang ada.
Proses pengelolaan sumberdaya air telah dibangun oleh pemerintah berupa P3A, badan usaha Pemda (PDAM) serta prakarsa masyarakat setempat yang dibangun melalui sistem sosial budaya. Namun demikian sumberdaya air dihadapkan pada ketidakberlanjutan yang mengakibatkan kehilangan sumberdaya dan investasi yang sia-sia. Ketidakberlanjutan tata kelola air terkait dengan kondisi hulu – hilir, dimana rusaknya hulu akibat lemahnya kontrol pengguna air itu sendiri. Hal itu disebabkan air sebagai public good satu sisi dan air sebagai economic good sisi lain. Untuk menyeimbangkan dua fungsi air sebagai public good satu sisi dan air sebagai economic good sisi lain dibutuhkan karakteristik/ciri sebuah lembaga agar tata kelola air dapat dipahami oleh semua stakeholders yang menjadi penerima manfaat. Oleh karena itu dibutuhkan pola dan mekanisme (tata kelola), karakteristik pola penegakkan sanksi, sistem administrasi, tata nilai yang dianut serta pilihan kelembagaan (local level institution).
maupun lahan basah. Prosesi pertanian membutuhkan air sebagai syarat utamanya. Ketersedaiaan air sepanjang tahun menjadi penting untuk lahan kering, ternak, kebutuhan rumah tangga serta untuk kesehatan dan lingkungan hidup. Pengelolaan air yang baik dapat menjamin ketersediaan air sehingga memberi efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi perdesaan serta mengurangi biaya-biaya akibat kekurangan air. Ada beberapa hal penting terkait posisi strategis tata kelola air masyarakat yang baik dalam kerangka pengurangan kemisikinan (reduce poverty) antara lain:

• Melalui model pengelolaan air ini, dapat menjadi bagian bagi adanya keamanan pangan (Food Security) pada tingkat rumah tangga. Dimana kemanan pangan selanjutnya dapat memberikan kontribusi bagi konsumsi kalori masyarakat yang layak.
• Melalui tata kelola air oleh masyarakt seperti yang telah diurai dalam bab sebelumnya, mampu menjawab adanya ketersediaan air (water supply) sepanjang tahun, baik untuk kebutuhan rumah tangga, ternak dan lahan (lihat hasil CBA Wanagiri).
• Ketersediaan air sepanjang tahun akan memberikan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat (suistaibaility livelihood). Pada kasus Pengelolaan Air Wanagiri kontribusi air terbesar menyumbang pada lahan (73%). Hal sama juga berlangsung pada masyarakat Buer Jurumapin, dimana air mampu memberikan keberlangsungan lahan sawah.
• Ketersediaan air yang terbatas namun tersedia sepanjang tahun, dua argumentasi inilah yang terus berdialektika dalam masyarakat yang dominan lahan kering. Hasilnya yakni adanya model Agroforestry yang tidak lagi bergantung pada subsidi pertanian [pupuk,dll], mekanisasi pertanian serta pestisida yang padat modal.

Tidak ada komentar: